Senin, 14 November 2011

Partai Politik Lokal oleh Laurence Sulivan

Disarikan oleh: Sahruddin Dalam tulisanya Laurence berbicara terkait dengan partai politik local secara luar dan melakukan perbandingan dengan Negara-negara lain yang di Negara tersebut diberikan kebebasan berdiri partai politik local walaupun ada nuasa partai dijadikan sebagai alat perjuangan. Dalam konteks Indonesia memang tidak dikenal adanya partai politik local, karena keberadaan partai di atur melalui undang-undang partai politik yang isinya partai politik hanya di kenal secara nasional. Walapun secara undang-undang dalam otsus dikenal adanya partai politik local tetapi ketentuan yang berhubungan dengan partai politik local berbenturan dengan undang-undang partai politik yang hanya mengenal partai politik secara nasional. Ketentuan parpol dalam undang-undang otonomi khusus mengatur partai politik dalam pasal 28 Partai Politik, Penduduk Provinsi Papua dapat membentuk partai politik.Tata cara pembentukan partai politik dan keikutsertaan dalam pemilihan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Telah muncul silang pendapat tentang apakah Pasal ini membolehkan pembentukan partai politik lokal di Propinsi Papua, yang berbeda dengan partai politik pada tingkat nasional. Satu pendapat mengatakan bahwa hak yang diberikan dalam 28(1) tergantung pada Pasal 28(2) dan penduduk Papua hanya dapat membentuk partai politik sesuai dengan peraturan perundang-undangan ini. Departemen Dalam Negeri telah memasukkan 28(2) dalam daftar 39 peraturan yang dianggap menjadi hak Departemen untuk sepenuhnya melaksanakan Otsus. Oleh karena itu, bahkan menjadi tidak jelas apakah ‘peraturan perundang-undangan’ yang dirujuk dalam 28(2) adalah peraturan yang hanya spesifik untuk Papua (yang masih harus dibuat) atau apakah peraturan itu merujuk kepada semua peraturan-peraturan yang berlaku di seluruh Indonesia tentang pemilihan umum (periksa di bawah ini). Pasal 28 juga mengungkapkan pembedaan antara pembentukan partai politik DAN keikutsertaan partai tersebut dalam Pemilihan Umum. Berdasarkan pasal ini, dapat dikemukakan bahwa partai politik lokal dapat dibentuk tetapi tidak diijinkan ikut serta dalam Pemilihan Umum. Rancangan Otsus yang pertama, yang diusulkan oleh Provinsi Papua, dengan jelas memberi wewenang pembentukan partai politik lokal. Pasal 25 menyatakan: (1) Penduduk Propinsi Papua berhak membentuk Partai Politik Lokal (2) Partai Politik Lokal dan Partai Politik Nasional memiliki hak dan kewajiban yang sama, dan memperoleh perlakuan yang sama dari Pemerintah Propinsi; (3) Tata cara pembentukan Partai Politik Lokal ditetapkan dalam Peraturan Dasar. (4) Tata cara keikutsertaan Partai Politik Lokal dan Nasional dalam Pemilu di Propinsi Papua ditetapkan dalam Peraturan Dasar. Penghapusan kata “Lokal” oleh DPR tidak menguntungkan tetapi amdanemen ini tidak boleh menghilangkan penggunaan praktis dari Pasal ini. UU No. 31/2002 tentang Pemilu pada tahun 2004 menyatakan proses verifikasi dua tahap yang harus diikuti oleh partai politik agar dapat ikut serta dalam Pemilu: Tahap 1 – Departemen Kehakiman dan HAM menyusun daftar partai-partai yang memiliki pengurus daerah sekurang-kurangnya setengah dari 30 Provinsi di Indonesia dan pengurus cabang sekurang-kurangnya setengah dari 410 Kabupaten dan Kota. Tahap 2 - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyususn daftar partai-partai yang memiliki pengurus daerah sekurang-kurangnya dua pertiga dari Provinsi dan dua pertiga dari Kabupaten/Kota dan telah merekrut sekurang-kurangnya 1 orang per 1000 penduduk di setiap Kabupaten/Kota. Partai yang tidak memenuhi proses verifikasi ini tidak akan diijinkan ikut serta dalam Pemilu. Jelaslah bahwa kriteria di atas menghalangi semua partai politik lokal untuk ikut serta dalam Pemilu karena partai politik lokal tidak akan memiliki pengurus daerah dan pengurus cabang sesuai dengan perbandingan Provinsi dan Kabupaten yang disyaratkan. Karena pemilihan DPRD yang akan datang dijadwalkan bersamaan waktunya dengan pemilihan anggota DPR(RI), partai politik lokal Papua tidak akan dapat mengikuti bukan hanya Pemilu Nasional melainkan juga pemilihan anggota DPRD Provinsi. Mengingat pertentangan antara Pasal 28 Otsus dan UU No. 31/2002 terdapat keprihatinan yang meluas di Papua bahwa Pasal 28 akan menjadi sebuah ‘Pasal Kosong’. Masalah pemerintahan domestik telah menjadi lingkup hukum hak asasi manusia pada tingkat internasional dengan munculnya hak untuk partisipasi politik dan hak atas pemerintahan yang demokratis. Pembentukan partai politik, termasuk partai politik lokal, dilindungi berdasarkan hukum internasional asalkan partai itu demokratis dan damai. Kebebasan berserikat (freedom of association) dilindungi oleh Pasal 20 Deklarasi Universal Tentang Hak-hak Azasi Manusia dan Pasal 22 Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik dan mencakupi hak bergabung dengan suatu partai politik atau untuk membentuk partai politik. Hak atas partisipasi politik didasarkan pada Pasal 21 Deklarasi Universal Tentang Hak-hak Azasi Manusia dan Pasal 25 Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik dan meliputi hak untuk partisipasi dalam urusan publik melalui lembaga legislatif perwakilan dan hak suara dalam pemilu yang bebas. Pasal 5 Kovenan menyatakan bahwa tidak ada Negara, kelompok, atau seseorang dapat “melakukan kegiatan yang ditujukan untuk menghancurkan hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang diakui dalam Kovenan ini”. Ketentuan ini memungkinkan Negara melarang partai politik yang memiliki tujuan yang totaliter, anti demokrasi, atau menimbulkan kekerasan. Tujuan Partai politik lokal Banyak Negara demokrasi memiliki partai politik yang mengandalkan dukungannya semata-mata pada satu wilayah atau daerah saja dari Negara itu. Partai politik lokal ini memiliki tujuan yang berbeda-beda tetapi pada umumnya dapat dikategorikan menjadi tiga: (1) Hak Minoritas – partai politik lokal yang melindungi dan memajukan hak ekonomi, sosial, budaya, bahasa, dan pendidikan dari kelompok minoritas tertentu. (2) Memperoleh Otonomi – partai politik yang menginginkan otonomi untuk daerah mereka atau untuk meningkatkan tingkat otonomi yang telah dimiliki oleh daerah itu. (3) Mencapai Kemerdekaan – partai politik yang secara eksplisit memperjuangkan kemerdekaan wilayah mereka dan pembentukan Negara baru. Meskipun Negara dibenarkan melarang partai separatis dan pro-kemerdekaan yang anti demokrasi, fasis, atau menimbulkan kekerasan, timbul masalah tentang sikap apa yang harus diambil terhadap partai politik separatis yang damai dan demokratis? Sikap Indonesia terhadap Partai politik Separatis Selain persyaratan verifikasi dalam UU No. 31/2002, yang pada dasarnya tidak memungkinkan semua partai politik lokal (separatis atau non-separatis) untuk ikut serta dalam Pemilu, Indonesia juga tampaknya melarang partai politik separatis, tanpa memperhatikan apakah partai itu demokratis dan damai atau tidak. Pasal 9 UU No. 31/2002 menyatakan bahwa: (a) setiap partai politik berkewajiban mengamankan Pancasila dan UUD 1945 dan peraturan perundangan lainnya. (b) setiap partai politik harus memelihara dan mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewajiban untuk melindungi dan mempertahankan keutuhan wilayah NKRI adalah upaya untuk melarang setiap partai politik di Indonesia untuk memperjuangkan separatisme dan kemerdekaan suatu wilayah. Sikap Negara lain terhadap Partai politik Separatis Praktek di Turkey mengenai partai politik lokal sangat menarik. Di Turki Timur terdapat orang-orang Kurdi yang tidak puas dan partai politik yang berjuang untuk memenuhi harapan dari kelompok minoritas itu telah berulang kali dilarang oleh Negara. Pelarangan ini telah ditentang berdasarkan Pasal 11 Konvensi Eropa tentang HAM yang menjamin kebebasan berserikat. Mahkamah HAM Eropa telah memutuskan dalam dua kasus bahwa pelarangan ini melanggar Pasal 11. Partai politik tersebut tidak menggunakan kekerasan atau menjadi ancaman terhadap proses demokrasi, tetapi sebaliknya menawarkan dialog dan perundingan sebagai alternatif dari kampanye militer pemerintah terhadap angkatan bersenjata Kurdi. Dalam kasus pertama Mahkamah memutuskan: “salah satu dari ciri utama demokrasi adalah kemungkinan yang ditawarkan untuk memecahkan masalah negara melalui dialog, tanpa menimbulkan kekerasan, bahkan ketika mereka mengalami jalan buntu. Demokrasi tumbuh subur atas dasar kebebasan menyatakan pendapat. Dari pandangan itu, tidak ada alasan pembenaran untuk melarang kelompok partai semata-mata karena partai itu berusaha memperdebatkan di khalayak umum tentang situasi sebagian penduduk Negara dan ikut serta dalam kehidupan politik Negara untuk menemukan, menurut aturan demokrasi, pemecahan yang mampu memuaskan semua orang yang terlibat.” Dalam kasus kedua, Mahkamah Konstitusi Turki melarang Partasi Sosialis karena usulannya untuk memberikan otonomi kepada orang Kurdi (bukan kemerdekaan) mengancam “kesatuan negara Turki dan keutuhan wilayah Negara.” Mahkamah HAM Eropa membatalkan keputusan ini dan menyatakan bahwa Negara tidak boleh menyatakan setiap prinsip konstitusi sebagai begitu mendasar sehingga dapat dibenarkan untuk melarang partai yang berusaha mengubah prinsip itu dengan cara yang konstitusional. Mahkamah HAM Eropa memutuskan: “bahwa kenyataan bahwa …. program politik dianggap tidak cocok dengan prinsip dan susunan Negara Turki sekarang tidak berarti tidak cocok dengan aturan demokrasi …[dan]…bahwa inti dari demokrasi adalah memungkinkan program politik yang berbeda untuk diusulkan dan diperdebatkan, bahkan program-program yang memunculkan pertanyaan tentang cara Negara sekarang ini diatur, asalkan program-program itu tidak merusak demokrasi itu sendiri.” Oleh karena itu, partai politik yang demokratis dan damai tidak boleh dilarang hanya karena partai itu mengritik struktur Negara yang ada sekarang ini. Banyak Negara Eropa memiliki partai politik lokal, sebagian diantaranya secara eksplisit merupakan gerakan separatis. Di German satu-satunya partai Bavaria, Christian Social Union telah memerintah wilayah Bavaria selama bertahun-tahun, juga bergabung dalam pemerintahan koalisi pada tingkat nasional. Finlandia memiliki partai politik lokal yang diabdikan untuk melindungi kedudukan penduduk minoritas Swedia. Spanyol memiliki banyak partai politik lokal di Catalonia, Basque ldans dan Galicia, sebagian di antaranya memperjuangkan kemerdekaan. Belgia memiliki partai politik lokal di Fldaners dan Wallonia. Di Bulgaria Mahkamah Konstitusi menolak melarang partai yang didukung terutama oleh penduduk etnik Turki meskipun Pasal 11(4) Konstitusi secara nyata melarang pembentukan partai yang berbasis etnik atau agama. Perancis - Pasal 4 Konstitusi Perancis menyatakan bahwa semua partai politik harus menghargai prinsip kedaulatan nasional. Mahkamah adminsitratif paling tinggi, Conseil d’Etat mendukung, pada tahun 1970 an, pembubaran partai atau kelompok yang berbasis hanya demi tujuan separatisme (mengenai Kepulauan Corsica dan wilayah Basque bagian Perancis) meskipun jika kelompok itu tidak melakukan perilaku kekerasan. Tetapi, mengingat keputusan yang diambil Mahkamah HAM Eropa tahun 1988, tersebut di atas, keabsahan hukum sekarang dari Pasal 4 diragukan. Kerajaan Inggris Raya – Kerajaan Inggris Raya memiliki partai politik lokal di Skotlandia dan Wales yang memperjuangkan kemerdekaan kedua wilayah ini. Partai-partai tersebut adalah partai yang damai dan demokratis dan ikut serta secara aktif dalam proses demokrasi. Di Irlandia Utara terdapat partai politik lokal yang memperjuangkan, bukan kemerdekaan, tetapi pemisahan dari Kerajaan Inggris Raya dan pembentukan satu Irlandia bersama Irlandia Selatan. Sebagai bagian dari proses perdamaian di Irlandia Utara, Kerajaan Inggris Raya, Irlandia Selatan, dan semua pihak dalam Perjanjian Damai setuju: “mengakui legitimasi pilihan apapun yang secara bebas dilakukan oleh mayoritas rakyat Irlandia Utara mengenai status, apakah mereka lebih suka tetap mendukung Kerajaan Inggris Raya, atau satu Irlandia yang berdaulat.” Dengan demikian, aspirasi terhadap separatisme dapat diterima, asalkan hal itu diungkapkan secara damai dan demokratis. Canada – Di Provinsi Quebec yang penduduknya berbahasa Perancis terdapat partai politik lokal, yaitu Parti Quebecois, yang memperjuangkan kedaulatan dan kemerdekaan Quebec. Parti Quebecois telah memenangi pemilu dan membentuk pemerintah provinsi Quebec dari 1976-1985 dan dari 1994-2003. Pada tahun 1980 dan lagi pada tahun 1995 diadakan referendum mengenai kedaulatan Quebec. Dapat dicatat bahwa dalam kedua referendum itu, rakyat Quebec memilih tetap menjadi bagian Canada. Mahkamah Agung menegaskan pada tahun 1998 bahwa Quebec dapat lepas dari Canada jika ada referendum yang memiliki “pertanyaan yang jelas dan mayoritas yang jelas” dan menyusul perundingan dengan provinsi lain di Canada. India juga memiliki banyak partai politik lokal yang diijinkan untuk ikut serta dalam pemilu dan memerintah wilayah jika mereka menang. Partai politik lokal juga dianggap sebagai bagian dari proses penyelesaian konflik di Sri Lanka berkaitan dengan penduduk etnik Tamil dan di Papua New Guinea berkaitan dengan Bougainville. Tanggapan Penutup Mengingat bahwa Pasal 28(1) dimasukkan dalam UU mengenai satu provinsi saja di Indonesia, simpulan yang paling wajar adalah bahwa penduduk Papua memiliki hak untuk membentuk partai politik yang kemudian ikut serta dalam pemilu. Klausul ini sebaiknya dipandang lebih tinggi daripada peraturan-peraturan lain yang bertentangan dengannya. Menafsirkan Pasal 28(1) dengan cara mengijinkan pembentukan partai politik lokal adalah penafsiran paling sesuai dari klausul ini. Dengan menggunakan argumen lex specialis , Pasal 28(1) harus dianggap lebih tinggi daripada peraturan lain yang bertentangan dengannya, termasuk UU No. 31/2002. Menurut hukum HAM internasional, partai politik lokal dilindungi oleh kebebasan berserikat dan hak atas partisipasi politik. Banyak negara demokratis mengijinkan dan memiliki partai politik lokal. Bebera negara demokratis mengijinkan dan memiliki partai politik lokal yang secara eksplisit memperjuangkan separatisme dan ini tidak dianggap ilegal asalkan partai itu bersusaha mencapai tujuannya secara demokratis dan damai. Harus dicatat bahwa partai politik yang memperjuangkan separatisme ini (misalnya di Canada, Kerajaan Inggris Raya, Spanyol) belum mencapai tujuan mereka. Barangkali masalahnya adalah jika suatu Negara itu sepenuhnya demokratis, menghargai HAM dan telah melaksanakan bentuk yang benar dari otonomi daerah, keinginan untuk merdeka akan menurun. Semua gerakan kemerdekaan yang berhasil pada waktu akhir-akhir ini (misalnya di bekas Uni Soviet dan Yugoslavia, Eritrea dari Ethiopia, Timor Leste dari Indonesia) telah terjadi di Negara yang tidak demokratis dan/atau represif. Barangkali pertahanan paling baik bagi Negara terhadap ancaman separatisme bukan tindakan keamanan dan militer tetapi demokrasi, penghormatan terhadap HAM, dan otonomi daerah yang luas. Barangkali terlalu berlebihan berharap Indonesia menoleransi pembentukan partai yang secara eksplisit memperjuangkan separatisme. Tetapi, pembentukan partai politik lokal non separatis di Papua harus diijinkan dan harus sesuai dengan Pasal 28 Otsus, hukum internasional dan praktik-praktik serupa di Negara-negara demokratis.

Tidak ada komentar: