Senin, 14 November 2011

Hubungan Partai Politik Dengan Otonomi Daerah

Oleh: Sahruddin Otonomi daerah sebagai satu konsekwensi dari amandemen UUD 1945 memberikan banyak kewenangan kepada pemerintah daerah, salah satunya otonomi di bidang politik. Partai politik lokal diharapkan dapat mewujudkan otonomi politik tersebut, walau secara yuridis keberadaannya masih sulit diwujudkan dengan adanya aturan kepartaian yang bersifat nasional dalam UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik dan UU Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum. Melalui penulusuran data hukum yang bersifat kualitatif dengan pendekatan di seputar hukum ketatanegaraan, penelitian ini mendapatkan landasan teoritis dapatnya dibentuk partai politik lokal di negara kesatuan, seperti Indonesia. Teori yang menjadi landasan itu adalah teori federalisme ideologis yang juga dianut negara-negara kesatuan lain di dunia. Secara konseptual, partai politik lokal yang dapat dikembangkan di Indonesia ke depan adalah partai politik yang tidak punya hubungan sama sekali dengan partai nasional, baik secara struktural, maupun dalam Pemilu. Partai politik ini berkedudukan di setiap provinsi dan melingkupi wilayah provinsinya semata, ini linear dengan konsep otonomi daerah yang menempatkan provinsi sebagai koordinator wilayah-wilayah otonom di bawahnya. Otonomi Daerah Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) definisi otonomi daerah sebagai berikut: “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut: “Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.Otonomi daerah berpijak pada dasar perundang-undangan yang kuat yakni: Undang-undang Dasar Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah. Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang. Ketetapan MPR-RI Tap Mpr-RI no. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah: pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya Nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam rangka negara kesatuan Republik Indonesia Undang-undang Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan lagi bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Tinggal permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah bisa dijalankan secara optimal. Dalam rangka menjalankan otonomi daerah tersebut, setiap daerah memiliki kekuasaan dalam berbagai bidang, kecuali yang menjadi kekuasaan pemerintah pusat.[3] Kekuasaan pemerintah pusat tersebut ditegaskan dalam pasal 10 ayat (3) UU Nomor 32 tahun 2004, yaitu meliputi kekuasaan dalam bidang : politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan agama. Hal inilah yang memunculkan gagasan untuk membentuk Partai politik lokal di setiap daerah, selain terdapat beberapa alasan lain yang relevan dikemukakan dalam rangka mendukung gagasan pembentukan Partai politik lokal ini, seperti adanya pengalaman historis bangsa ini pada tahun 1955. Partai politik lokal pernah diperkenankan dan mengikuti pemilihan umum pada tahun tersebut. Dalam konteks yuridis, pembentukan partai politik lokal di Indonesia masih terhalang oleh aturan-aturan yang terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan, diantaranya UU No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. UU tersebut memuat beberapa peraturan yang belum memungkinkannya dibentuk Partai-Partai politik lokal, dimana salah satu syarat pembentukan Partai politik sebagaimana diatur dalam Pasal 3 huruf d UU No.2 Tahun 2008 adalah; “kepengurusan (partai politik-penulis) paling sedikit 60% (enam puluh perseratus) dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan” Partai Politik Partai politik diatur dalam UU no.31 tahun 2002 tentang partai politik. Berdasarkan undang-undang tersebut, yang dimaksud partai politik adalah rganisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara suka rela atas dasar persamaan kehendak untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan Negara melalui pemilihan umum. Pembentukan partai politik pada dasarnya merupakan salah satu pencerminan hak warga negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal28: “kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dari tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Gagasan mengenai pembentukan partai politik lokal di Indonesia sebagai konsekwensi dilaksanakannya otonomi daerah merupakan hal yang perlu dipersiapkan sejak awal secara akademik. Adapun fungs daripada partai politik adalah: 1. Pendidikan politik dengan menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran atas hak dan kewajiban politik rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 2. Penciptaan iklim yang kondusif, serta sebagai perekat kesatuan dan kesatuan bangsa untuk mensejahterakan rakyat. 3. Penyerap, penghimpunan dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara. 4. Perekrutan politik dalam proses pengisian jabatan politik sesuai mekanisme demokrasi dengan mempertimbangkan kesejahteraan dan keadilan gender. Membentuk partai politik adalah hak setiap warga negara sesuai dengan ketentuan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tujuan mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang 1945 alinea keempat, mengembangkan kehidupan demokratis berdasarkan pancassila, mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, memperjuangkan cita-citanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Partai Politik dan Otonomi Daerah Persoalan paling dasar dalam pembentukan konsep tentang partai politik lokal hubungannya dengan otonomi ialah dimanakah partai politik lokal itu diletakkan dalam struktur pemerintahan daerah di Indonesia. Apakah ia diletakkan di tingkat provinsi atau di tingkat kabupaten/kota?. Berdasarkan ketentuan terkait kewenangan provinsi, kabupaten/kota dalam UU No.32 Tahun 2004, kedudukan provinsi dalam struktur pemerintahan mempunyai kewenangan untuk melakukan koordinasi, mengawasi dan membina pemerintahan kabupeten/kota di wilayahnya. Dalam konteks kewenangan otonomi itu, pemerintahan provinsi juga mempunyai kewenangan untuk menangani berbagai urusan yang berkaitan dengan urusan lintas kabupaten/kota. Berdasarkan hal itulah, konsep partai politik lokal k edepan akan lebih efektif jika diletakkan di provinsi.Adapun partai-partai yang ada di kabupaten/kota merupakan cabang dari partai yang berpusat di provinsi tersebut. Hal ini dibuat agar, partai-partai di kabupaten/kota yang akan menempatkan kadernya pada institusi legislatif dan eksekutif di kabupaten/kota dapat dimonitor oleh partai pusatnya di provinsi dan dapat menjalankan urusan otonomi secara selaras. suatu partai didirikan dalam satu provinsi tertentu saja, hal ini disebabkan agar kehadirannya untuk memperkuat kebijakan otonomi daerah, dimana kebijakan itu sendiri diberikan kepada masing-masing daerah untuk mengurusi pelbagai kekhasan daerahnya masing-masing melalui urusan pilihan pemerintahan sebagaimana diatur dalam UU No.32 Tahun 2004. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masingmasing mempunyai pemerintahan daerah (ayat 1). Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat satu mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (ayat 2). Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat kedua menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah (ayat 3). (Pasal 2, bab 1). “Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat: a. menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan; b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah; c. menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.” (pasal 10 ayat 5 bab 3” note: quoted from various sources

Tidak ada komentar: