UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)
Mata Kuliah: Sistem Perwakilan Politik
Bobot: 3 SKS
Dosen: Prof. Drs. BT Achda, M.Si/ Sahruddin, S.IP.,MA
I.Latar Belakang Perkuliahan
Kajian tentang demokrasi selalu bermakna kepada nilai-nilai yang universal, yaitu toleransi terhadap perbedaan, pemaknaan yang utuh terhadap kehidupan manusia da kebutuhan asasinya, kesejahteraan serta perwakilan kehendak politik. Sejatinya, demokrasi memang mengisaratkan suara kedaulatan yang berada ditangan rakyat, namun pada perkembangannya,demokrasi langsung harus bertransformasi secara ideal menjadi demokrasi perwakilan. Prinsipnya, tidak ada kepentingan politik suatu bangsa yang tidak terlepas dari perwakilan politiknya di lembaga legislatif, karena pada hakikatnya lembaga legislatif/parlemen adalah perwakilan langsung terhadap kepentingan politik rakyat.
Karenanya, pembelajaran tentang model dan sistem perwakilan politik bagi mahasiswa ilmu politik menjadi sangat penting. Selain kajian perwakilan politik merupakan bagian dari terminologi demokrasi, disisi lainnya, kajian ini akan memberikan kesadaran tentang arah dan model yang lebih baik sesuai dengan tuntutan jamannya. Suatu model atau sistem perwakilan politik tidaklah harus berarti sesuatu yang stagnant. Identitas model perwakilan harus disesuaikan dengan perkembangan peradaban manusianya. Karena itulah hakekat dari demokrasi, membentuk format yang lebih baik bagi kesejateraan rakyatnya.
Perkuliahan sistem pewrwakilan politik akan membahas teori-teori tentang perwakilan politik, sebagaimana tujuan pembangunan politik untuk mencapai tahap demokrasi dan kesejahteraan. Perkuliahan ini akan mewmbahas dasar pemikiran perwakilan politik, perkembangan perwakilan politik di beberapa negara dan khususnya di Indonesa. Kajian ini juga membahas pengaruh perwakilan politik bagi konsepsi pembangunan politik yang sejalan dengan tuntutan kesejahteraan suatu bangsa.
II.Tujuan Perkuliahan
Mata kuliah sistem perwakilan memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1.Memberikan kontribusi dalam melakukan analisa terhadap perwakilan politik.
2.Peserta mata kuliah ini akan memahami mengenai proses perwakilan politik yang terjadi di beberapa negara.
3.Memberikan penjelasan tentang teori-teori mendasar dalam kajian perwakilan politik.
4.Memberikan pemahaman mendasar mengenai tantangan dan peluang dari beberapa format sistem perwakilan politik yang pernah di gunakan oleh Indonesia dan korelasinya dengan pola demokrasi yang sedang berjalan.
III.Silabus Perkuliahan
No. Minggu Tema Perkuliahan Pokok Kajian
1 I Perkenalan Perkuliah (SAP, Sistem dan Struktur Perkuliahan, Penugasan dan lain-lain) -
2 II Konsep Dasar Perwakilan Politik Pemikiran mengenai pentingnya sistem perwakilan politik (JJ Rousseua, John Locke, Thomas Hobbes, Monstesqieu dan lain-lain)
3 III Pengenalan Studi Perwakilan Politik Menguraikan perjalanan studi kajian perwakilan politik (studi perwakilan politik yang dikembangkan oleh Alfred de Grazia, Penichel Pitkin, Edmun Burke, John Stuart Mills dan lain-lain)
4 IV Operasionalisasi Perwakilan Politik Menguraikan secara akademis apa saja yang dimaksudkan dengan perwakilan politik, unsur-unsur pembentuknya dan operasionalisasi lembaga perwakilan politik
5 V Teori-Teori Lembaga Perwakilan Menguraikan tentang teori-toeri yang terkait dengan sistem perwakilan, seperti teori mandat, teori organ, teori rieker, teori hukum objektif dan teori abcarian.
6 VI Model-Model lembaga Perwakilan Politik Menguraikan model lembaga perwakilan poltik di Amerika, inggris, rusia cina dan indonesia
7 VII Mid Term Test -
8 VIII Reformasi Lembaga Perwakilan Politik di Indonesia Apa saja peran/fungsi lembaga legislatif, bagian ini kan menjelaskan peran legislasi,oversight, representasi, budgetary da institusional, yang harus dijalankan oleh lembaga perwakilan.
9 IX Diskusi model lembaga perwakilan di Amerika, Inggris dan Rusia
10 X Diskusi Sejarah perwakilan politik di indonesia (pada masa demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin)
11 XI Diskusi perempuan dan keterwakilan politik di indonesia
12 XII Diskusi pemilihan umum di Indonesia sebagai sarana rekruitmen untuk menduduki lembaga perwakilan politik
13 XIII Diskusi Struktur organisasi parlemen (Satu kamar, dua kamar dan tiga kamar)
14 XIV Final Term test -
IV.References
1.Maurice Duverger, Sosiologi Politik, Jakarta: Rajawali Press, 1982
2.Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonsia, Jakarta: Gaya Media Pratma, 1988.
3.Yayasan API, Panduan Parlemen di Indonesia, Jakarta: 2001
4.Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, Jakarta: Gramedia, 2000
5.Deliar Noer, Pemikiran politik di Barat,Jakarta: Gramedia, 1990
6.Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah, Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), 1996
7.Sekretariat Nasional Adeksi, Fungsi dan Tugas Legislasi DPRD, Jakarta: Sekretariat Nasional Adeksi dan Konrad Adenauer Stiftung-KAS, 2004.
8.Komisi Pemilihan Umum, Seputar Pemilihan Umum, Jakarta: KPUD DKI Jakarta,2005.
9.B.N Marbun, DPR RI Pertumbuhan dan Cara Kerjanya, Edisi Revisi, Jakarta, 2002.
10.Rio Ismail, dkk., Suara Mayoritas yang Samar, Jakarta: Solidaritas Perempuan, 2004.
11.Muktar Pakpahan, DPR RI Semasa Orde Baru, Jakarta: Sinar harapan, 1994.
12.Max Boboy, DPR RI dalam Perspektif Sejarah dan Tatanegara, Jakarta: Sinar Harapan, 1994.
TEMA-TEMA MAKALAH SISTEM PERWAKILAN INDONESIA (Dikumpulkan pada saat UTS)
1.Reformasi Lembaga Perwakilan Politik di Indonesia, Apa saja peran/fungsi lembaga legislatif, bagian ini kan menjelaskan peran legislasi,oversight, representasi, budgetary da institusional, yang harus dijalankan oleh lembaga perwakilan.
2.Diskusi model lembaga perwakilan di Amerika, Inggris dan Rusia
3.Diskusi Sejarah perwakilan politik di indonesia (pada masa demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin)
4.Diskusi perempuan dan keterwakilan politik di indonesia
5.Diskusi pemilihan umum di Indonesia sebagai sarana rekruitmen untuk menduduki lembaga perwakilan politik
6.Diskusi Struktur organisasi parlemen (Satu kamar, dua kamar dan tiga kamar
SISTEM PERWAKILAN INDONESIA
PERTEMUAN PERTAMA
SEJARAH SISTEM PERWAKILAN
Direct Demcracy (Perwakilan Langsung).
Sejarah perwakilan telah mulai di perbincangkan dalam kehidupan non-politik sejak Yunani kuni, namum pembahasan dalam bentuk konsep telah dimulai pada awal abad ke 14. Thomas Hobbes pada tahun 1965 menerbitkan Leviathan untuk membahas masalah perwakilan politik secara filisofis dan pada abad ke 18 studi yang berpengaruh samapi dewasa ini diantaranya antara lain karena teori kemandoirian wakil yang di kemukan oleh Edmun Burke tahun 1779. Karya Burke (dimana wakil bebas bertindak dan menentukan sikapnya terhadap wakil) dianggap sebagai permulaan studi kasik terhadap perwakilan politik, disusul oleh sejumlah peneliti mulai dari John Stuart Mill (1861) sampai dengan Karl Loewenstein (1922). Studi yang lebih mendalam dilakukan oleh Alfred de Grazia (1968) dan Pitkin (1957) sudah lebih mendalam tentang perwakilan politik.(Sanit, 1985)
Perwakilan politik sebagai sebuah praktek telah lama berlangsung dalam kehidupan bernegara jauh sebelum teori-teori perwakilan itu lahir, perwakilan politik telah lahir dan di laksanakan oleh beberapa negara dan bangsa sejak zaman dahulu mulai dari zaman Yunani kuno, Romawi dan juga pada Zaman Islam ketika Nabi Muhammad Masih hidup. Pada zaman Yunani kuno masyarakat hidup dalam suatu negara yang di sebut dengan polis, dimana konsep perwakilan pada saat itu dilaksanakan secara langsung, karena jumlah masyarakat yang relatif sedikit dan wilayah yang tidak terlalu luas. Begitu juga pada zaman romawi kuno.
Pada zaman Nabi Muhammad konsep perwakilan telah lama di kenal dengan sebutan Ulil Amri (pemimpin yang menjadi wakil), dimana pada saat intu telah ada yang sifatnya perwakilan dalam merumuskan berbagai persoalan bangsa. Dimana para para Ulil Amri dipilih dari kabilah-kabilah yang ada di Kota Madinah dan sekitarnya.
Konsep perwakilan yang ada pada saat itu adalah baik zaman yunani kuno dan pada zaman rasulullah masih dilaksanakan dengan demokrasi langsung (perwakilan langsung), dimana dipilih secara lansung pada zaman yunani kuno dan pada zaman islam dipilih berdasarkan musyawarah siapa diantara mereka yang paling layak dalam mewakili dari para kaumnya. Fungsi perwakilan pun pada saat dulu masih terbatas mengingat kekuasaan raja yang besar dan belum kompleknya permasalahan negara seperti saat ini. Sementara dalam konteks perwakilan pada zaman rasulullah hanya membicarakan hal-hal yang sifatnya sangat dalam konteks duniawi seperti peperangan, perekonomian negara yang kesemua itu dilaksanakan dan diputuskan jika ketentuannya tidak ada dalam Al Qur’an dan Sunnah Rosul.
Indirect Democracy (Perwakilan Tidak Langsung)
Pandangan Rousseau yang berkeinginan untuk berlangsung demokrasi langsung sebagaimana pelaksanaannya pada zaman Yunani kuno. Kenyataanya sulit untuk dipertahankan lagi. Faktor-Faktor seperti luasnya suatu wilayah negar, populasi penduduk yang sanga cepat, makin sulit dan rumitnya masalah politik dan kenegaraan, serta kemajuan ilmu dan teknologimerupakan persoalan yang menjadi kendala untuk melaksanakan demokrasi langsung pada era globalisasi sekarang.
Sebagai ganti dari gagasan Rousseau maka lahirlah demokrasi tidak langsung (indirect democracy), yang disalurkan melalui lembaga perwakilan atau yang dikenal dengan parlemen. Kelahiran parlemen ini pada dasarnya bukan karena gagasan dan cita-cita demokrasi tapi karena kelicikan sistem feodal.
Pada abad pertengahan yang berkuasa di Inggris adalah raja-raja/bangsawan yang sangat feodalistis (monarchi feodal). Dalam kerajaan yang berbentuk feodal, kekuatan berada pada kaum feodal yang berprofesi sebagai tuan tanah yang kaya (pengusaha). Mereka tidak hanya kaya, mempunyai tanah yang luas tapi mereka juga menguasai orang-orang yang ada dalam lingkaran kekuasaan (kerajaan). Apabila pada suatu saat menginginkan raja mengingkan penambahan tentara dan pajak maka para raja akan mengirimkan utusan untuk menyampaikan keinginannya dan maksud pada tuan tanah (Lord).lama kelamaan praktek semacam ini menurut raja tidak layak sehingga timbul pemikiran untuk memanggil mereka ke pusat pemerintahan sehingga kalau raja menginginkan sesuatu makan raja tinggal memanggil mereka. Sebagai konsekwensinya raja harus membentuk suatu badan/lembaga yang terdiri dari pada lord, dan kemudian ditambah dengan para pendeta. Tempat ini menjadi tempat meminta nasehat raja dalam rangka masalah-malasalah kenegaraan terutama yang berhubungan dengan pajak. Secara pelan tapi pasti lembaga ini menjadi permanen yang kemudian disebut ‘’Curia Regis’’ dan kemudian menjadi House of Lords seperti sekarang (Boboy, 1994).
Kelahiran House of Lords adalah merupakan pertanda kelahiran lembaga perwakilan pertama di era modern. House of lord dalam perjalannya mempunyai kekuasaan yang sangat besar, maka raja berkehendak untuk mengurangi kekuasaan dan hak-hak mereka, akibatnya timbul pertikaian antara raja dan kaum ningrat (lords), dengan bantuan rakyat dan kaum borjuis kepada kaum ningrat maka raja mengalah, akibatnya hak-hak raja dibatasi.
Karena rakyat dan kaum menengah yang menjadi korban manakala raja bikin kebijakan (penaikan pajak) maka rakyat minta agar rakyat mempunyai wakil dan diminta pendapat dan keterangannya sebelum sebuah kebijakan dibuat. Karena yang pada awalnya kalangan yang duduk dalam house of lord didukung oleh para rakyat dan kaum menengah yang akhirnya kaum ningrat mendapatkan kemenagan, maka sejak saat itu pula kedudukan rakyat dan kaum menengah menjadi kuat. Sebagai bagian dari perwujudan agar terbentuk perwakilan rakyat maka lahirlah apa yang disebut Magnum Consilium , yang terdiri dari para wakil rakyat yang akhirnya disebut House of Commons sampai sekarang. (Boboy,1994)
Perkembangan selajutnya adalah bahwa house of commons mempunyai kekuatan yang semakin bertambah. Mereka dapat membebaskan para menteri (perdana menteri) yang mereka tidak sukai walaupun tidak berbuat kejahatan untuk turun dari kekuasaan, kekuasaan yang demikian dilakukan dengan mengajukan ’’mosi tidak percaya’’ yang dapat mengakibatkan jatuh dan mundurnya sebuat kabinet dan itu berlangsung sampai sekarang. Dalam konstitusi Inggris yang labih berkuasa adalah house of lord yang dipilih melalui pemilihan umum sedangkan house of lord adalah kumpulan para lord yang terdiri dari para orang-orang yang ditunjuk dan turun-temurun.
Ruang Lingkup Studi Perwakilan Politik
Studi perwakilan politik terpusat kepada lima pokok masalah perwakilan politik yaitu: konsepsi, idiologi, pemilihan uum dan lembaga perwakilan (Sanit,1985). Materi ini yang akan disampikan selama perkuliahan Sistem Perwakilan Indonesia, materi yang di bahas hanya beberapa bagian dari lima pokok pembahasan dalam studi perwakilan mengingat keternatasan waktu dan juga sebagi dari pokok permasalahantersenut ada dalam mata kuliah tersendiri yang tentunya dibahas dan disikusikan lebih mendalam.
VARIAN PEMIKIRAN TENTANG PERWAKILAN POLITIK
THOMAS HOBBES (1588-1679) DALAM BUKUNYA ’’LEVIATHAN’’.
Kehidupan manusia tidak terlepas dari suatu keterikatan sosial, karena kehidupan manusia senantiasa berlandaskan kepada kepentingan. Perjanjian (keterikatan) sosial itu mengakibatkan manusia-manusia bersangkutan menyerahkan segenap kekuatan ddan kekuasaannya masing-masing kepada sebuah majelis, agar kepentingannya tersalurkan bagai sebuah ’’kanal’’.
Terbentuknya majelis (dewan perwakilan) juga merupakan bentuk sejati dari penyerahan hak dan kekuasaan manusia untuk memerintah dirinya sendiri dalam sebuah komunitas bersama (politik).
Namun demikian, majelis pun harus dikenakan syarat yaitu ia harus menyerakan hak kekuasaannya pada manusia-manusia yang telah memandatkannya, apabila terjaadi perusakan moral majelis.
Kekeuasaan majelis bersifat ’’absolut’’ karena keterikatan (perjanjian) sosial yang dibangun didasarkan atas penyerahan hak yang dominan dari manusia-manusia kepada majelis dan bukan sebaliknya. Karenanya, majelis (dan juga penguasa politik yang dimandatkan oleh perjanjian) dapat menggunakan segala cara, termasuk kekerasan untuk menjaga ketenteraman dan ketertiban. Penguasa harus menjadi ’’leviathan’’ (binatang buas) (dalam perjanjian baru, surat wahyu:12).
Idealnya, kekuasaan oleh satu majelis lebih baik dijalankan oleh satu orang (center of power9, karena jalan satu-satunya untuk mendirikan kekuasaan ialah dengan menyerahkan kekuasaan dan kekusaan seluruhnya kepada satu orang.
Sejatinya dewan rakyat/majelis (perwakilan) dipegang oleh penguasa negara, sehingga aspirtasi kepentingan rakyat akan cepat terselesaikan daripada menunggu kerja majelis yang penuh dengan perbantahan.fokusnya majelsis berada dalam ’’heredity power’’.
JOHN LOCKE (1632-1704) DALAM BUKUNYA ’’TWO TREATISE ON GOVERNMENT’’.
Manusia-manusia pastilah memiliki berbagai macam kepentingan dan aspirasi kehidupan yang perlu untuk disampaikan, termasuk untuk melindungi dirinya sendiri. Dalam jumlah yang besar, maka tidak akan mungkin menyampaikan aspirasi tersebut secara satu persatu. Manusia-manusia membentuk ’’ masyarakat’’ (society) yang dibentuk berdasarkan perjanjian bersama. Kekusaan ’’ masyarakat’’ adalah suprame of power.
Manusia-manusia menyerahkan kekuasaan kepada ’’masyarakat’’, namun manusia-manusia bisa menarik perjanjian yang disepakati apabila terjadi pelanggaran. Jadi kekuasaan tertinggi masih terletak pada rakyat secara keseluruhan, karenanya dibuatlah undang-undang/hukum untuk megawasi tugas ’’masyarakat’’.
’’masyarakat’’ terikat oleh ketentuan-ketentuan yang melarannya berbuat sewenang-wengan dan tidak boleh menyerahkan hak legislatif yang diperolehnya dari rakyat keseluruhan kepada pihak lain.
Kekuasaan politik yang diwakilkan rakyat kepada suprame of power (masyrakat) adalah berdasarkan kepada keprcayaan (trust), basisutamanya adalah kepercayaan rakyat terhadap penguasa untuk melindungi rakyat.
Kemungkinan munculnya absolutisme akan dapat dihindari apabila ’’masyarakat’’ dan konstitusi membuat batasan kewenangan yang dimiliki oleh penguasan politik, karena pada hakekatnya kekuasaan adalah suatu perjanjian sosial.
MONTESQUIEU (1689-1755) DALAM BUKUNYA DEL L’ESPRIT DES LOIS’’
Kekuasaan yang menampung,membicarakan dan memperjuangkan keterwakilan kepentingan rakyat banyak serta merumuskan peraturan adalah ’’legislatif’’
Mutlak perlu dibentuk legisltif sebagai perwakilan rakyat agar pembicaraan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak akan bisa dipenuhi, tanpa perwakilan, maka yang terjadi adalah ’’suara minoritas (minority sounds) hal yang mudah ditaklukkan oleh mayoritas kekuasaan.
Dewan rakyat (legislatif) merupakan mediator antara rakyat dan penguasa, menjadi komunikator dan agregator aspirasi dan kepentingan rakyat banyak.
Realitanya,masyarakat terdiri atas kelas utama yaitu rakyat pada umumnya dan kaum bangsawan. Karenanya dalam lembaga perwakilan hurus dibagi dalam duan kamar (chamber) yaitu rakyat mum dan kaum bangsawan. Masing-masing mempunyai hak veto yang dibuat tiap kamar.
Prinsipnya,masing-masing kekuasaan politik haruslah dibuat terpisah (trias politica) dan masing-masing memiliki wewenang untuk saling mengawasi.
JEAN JACQUES ROUSSEAU (1712-1778) DALAM BUKUNYA ’’THE SOCIAL CONTRACT’’
Pada dasarnya, manusia tidak dapat hidup sendiri secara perseorangan, ia tidak mampu untuk mengatur hidupnya sendiri di tengah komunitasnya,maka diperlukan legislator. Legislator adalah tokoh masyarakat yang diamanatkan oleh rakyat perorangan untuk membuat perlindungan politik terhadapnya.
Negara merupakan produk dari perjanjian sosial (kontrak sosial) antara rakyat dan penguasa/dewan rakyat. Rakyat bisa menarik mandatnya, apabila dirasakan penguasa/dewan rakyat telah menyimpang dari kewengangannya.
Legislator ini bertindak sebagai penyampai aspirasi/kepentingan dari rakyat kepada sang penguasa. Begitu beratnya tugas legislator, maka ia adalah sesorang yang ‘’mahatahu’’ dan pembentuk dasar hukum untuk negara yang bersangkutan.
Kekuasaan legislatif (lembanganya para legislator) haus senantiasa berada ditangan rakyat secara keseluruhan.
Legislatif terbentuk atas dasar dua prinsip, yaitu moral dan semangat kolektif. Lembaga perwakilan ini menjadi satu-satunya yang paling handal dalam mewakili aspirasi kepentingan politik rakyat bukannya eksekutif. Eksekutif hanyalah sekedar pegawai-pegawai biasa saja yang melayani kepentingan rakyat.
KONSEPSI DALAM STUDI PERWAKILAN POLITIK
Defenisi perwakilan menurut Alfred de Grazia adalah hubungan diantara dua pihak, yaitu wakil dengan terwakil di mana wakil memegang kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan terwakil.
Pertanyaan yang timbul dari defenisi yang diberikan oleh Grazia:
1.Pengertian yang diberikan grazie masih sangat umum, tidak merinci secara jelas apakah pihak-pihak yang dimaksud individu atau kelompok atau bisa saja kebalikannya.
2.Bidang kehidupan yang mewadahi hubungan perwakilan diantara dua pihak yang dimaksudpun masih dipertanyaan, sehingga pola hubungan, reaksi, tangggungjawab dan batas waktu belum tergambar dari defenisi yang disampaikan
Atas dasar kelemahan defenisi yang ditawarkan oleh Alfred de Grazie maka Hanna Penichel Pitkin melakukan studi yang mendalam tentang perwakilan, mengingat bahwa setiap peneliti mempunyai rumusan dan penekanan tersendiri tentang perwakilan, maka pitkin membuat suatu pengertian yang lebih luas ” proses mewakili dimana wakil bertindak dalam rangka bereaksi kepada kepentingan terwakil. walau wakil bertindak secara bebes tapi harus bijaksana dan penuh pertimbangan serta tidak sekedar melayani.....wakil bertindak sedemikian rupa sehingga di antara dia dan terwakil tidak terjadi konflik dan jika terjadi perjelasan harus mampu meredakannya.
Pengertian ini didasarkan atas dua asumsi:
1.Perwakilan politik pada dasarnya mempunyai pengertian yang berbeda, beragam dan sema makna tersebut diuji dan dikembangkan dalam konteks yang beragam, (pada khakekatnya proses perwakilan bila dijalankan walaupun secara fisik seorang terwakil tidak hadir, walapun permasalahan kemudian muncul, siapa yang memberikan pertimbangan bahwa pihak terwakil itu diwakil oleh wakil. Kesimpulannya perwakilan mempunyai pengertian yang beragam
2.Asumsi yang kedua bahwa ada keanekarangaman pengertian perwakilan politik, terdapatnya ketidaksepakatan para teoritisi (ahli teori), adanya ketidaksekapakan dan ketidaksamaan dalam memberikan pengetian terhadap perwakilan diakibatkan oleh beberapa hal seperti penelusuran sejarah, pendekatan yang digunakan.
Arbi sanit memberikan defenisi bahwa perwakilan adalah proses hubungan manusia dimana seseorang tidak hadir secara fisik tapi tanggap melakukan sesuatu karena perbuatannnya itu dikerjakan oleh orang mewakilinya.
CIRI-CIRI STUDI SISTEM PERWAKILAN POLITIK
Menurut John Walke:
1.Fokusnya terletak pada lembaga perwakilan
2.Menggunakan berbagai pendekatan (tradisional and behavioral approach)
3.Hubungan kolektif bukan hubungan antara individu
alfred de perwakilan politik terwakili (objek)
grazia adalah hubungan dua pihak wakil (subjek) kepentingan politik
Namun, masih tidak lengkap:
1.Siapa wakil dan terwakili ? individu atau kelompok?
2.Bagaimana pola interaksinya?
3.Bagaimana periodesisasinya
Defenisi perwakilan politik
proses mewakili dan keterwakilan
terdapat reaksi atau respon
penichel pitkin keharmonisan hubungan dan hindari konflik
ingin mencapai tujuan bersama
CIRI-CIRI STUDI SISTEM PERWAKILAN POLITIK
Menurut John Walke:
4.Fokusnya terletak pada lembaga perwakilan
5.Menggunakan berbagai pendekatan (tradisional and behavioral approach)
6.Hubungan kolektif bukan hubungan antara individu
Perbincangan tentang perwakilan dalam kehidupan non politik sudah dimulai sejak Yunani Kuno, namum pembahasan konsepnya dalam kehidupan politik diperkirakan dimulai sejak awal abad ke 14 yang diakatkan dengan kehidupan hukum. Thomas Hobbes pada tahun 1651 Yng menerbitkan Leviathan untuk membahas masalah perwakilan politik secara filosofis, pada abab 18 Edmund Burk mengeluarkan teori kemadirian wakil dan merupakan karya dalam studi klasik terhadap perwakilan politik. kemudian disusul oleh John Stuart Mill (1861) damapai kepada karl Loewenstein (1922), thomas Smith (1940).
Studi yang sistematis dan serba mencakup mengenai perwakilan politik tampaknya berkembang dari penelitian-penelitian mengenai badan legislatif yang lebih dikenal dengan parlemen. Studi mengenai parlemen dari tahun ketahun semakin intensif. Penelitian atau orientasi studi tentang badan legislatif mengalami perkembangan dalam tiga tahapan, yaitu:
1.penelitian yang beorientasi pada kelembangaan (institusional)
Pendekatan kelembagaan melihat parlemen dari struktur dan fungsinya. pendekatan institusional memberikan pemahaman tentang hubungan formal antara wakil dengan terwakil yang terwujud sebagai pemilih, tapi kurang menjelaskan hubungan didalam kenyataan disamping kurang menerangkan interaksi yang sesungguhnya terjadi di dalam lembaga.
2.proses, pendekatan proses melihat objek studi ini melalui proses pembuatan keputusan sebagai fungsi utamanya
3.tingkah laku (behavioral), maka penelitian berdasarkan tingkah laku memperhatikan sikap dan tingkah laku para anggota parlemen dalam menghasilkan setiap keputusan. Perkembangan pendekatan tingkah laku dalam bentuk studi individual telah mendorong pengembangan teori berkaitan (linkage theory) yang mengabtraksikan hubungan individual diantara wakil dengan terwakil. Dalam rangka itu peneliti menekuti style (corak) perwakilan yang berada dalam tiga kemungkinan, yaitu delegasi/utusan, wali dan politico yang merupakan gabungan antara tipe utusan dan wali.
Terwakil
ada tiga kemungkinan yang dapat dimamfaatkan wakil untuk memusatkan perhatian terwahap terwakil, yaitu:
1.memberkan perhatian kepada kelompok, seorang wakil akan memberikan perhatian pada kelompok terutama kelompok pendudkungnya yang menjadi konstituennya ketika pemilu berjalan (contoh nyata dalam hal ini adalah calon independen dan utusan golongan pada masa orde baru ketika MPR masih ada utusan golongan).
Fokus perwakilan pada kelompok pada dasarnya merupakan pilihan yang tersedia berhubungan dengan sifat masyarakat yang pluralistis. Masyarakat terkelompok atas tradisi, kedaerahan, ras dan bahasa, agama, mata pencaharian. Wakil tinggal memilih satu atau beberapa kelompok sebagai patokan bagi pengambilan keputusan
2.memberikan perhatian partai, memberikan pada partai yang mendukungnya sehingga seseorang menjadi wakil. Fokus perwakilan terhadap partai tentulah memudahkan pengorganisasin tugasnya, sebab melalui fokus ini wakil sekaligus berbuat untuk dua pihak yaitu sebagai organisasi politik yang berjasa menudukungnya menjadi wakil dan masyarakat yang bersimpati, mendukung ataupun menjadi anggota partai yang bersangkutan.
3.memberikan perhatian pada wilayah atau daerah yang diwakili. Seorang wakilharus memberikan perhatian lebih pada daerah atau wilayah tertantu terutama daerah dari mana seorang dipilih, contoh yang paling nyata untuk hal ini adalah DPD dan wakil yang berasal dari daerah pemilihnnya ketika pemilihan umum berlangsung.
Wakil
Wakiladalah merupakan orang yang mempunyai kulifikasi yang tentunya berhak dan cakap dalam menjalankan tugas sebagai amanat dari terwakil yang memberikan kepercayaan kepadanya untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat dalam arti yang luas.
Cara jadi wakil umumnya dilakukan atau diabsahkan melalui pemungutan suara, tapi juga dalam beberapa era dan daerah (negara) masih ada yang tidak harus melalui pemilihan umum tapi melalui pengangkatan dan turun temurun seperti yang terjadi ketika jaman orde baru ada yang diangkat seperti ABRI (militer dan polisi saat ini) dan juga utusan golongan dan daerah) untuk negara inggris yang mengisi house of lord adalah orang-orang yang sifatnya turun temurun, ditunjuk dan diangkat.
Pemilihan umum dianggap sebagai tata cara menjadi anggota badan perwakilan modern karena cari ini memberikan peluang kepada anngota masyarakat untuk menyusun wakil-wakilnya secara mandiri. Perkembangan pemilihan umum ternyata memperlihatkan ada berbagai sistem yang pada pokoknya berpangkal kepada dua bentuk yang utama yaitu:
1.multy member constituency (sistem pemilu proporsional)
2.single member constituency (sistem pemilu distrik)
KONSEPSI DALAM STUDI PERWAKILAN POLITIK
Defenisi perwakilan menurut Alfred de Grazia adalah hubungan diantara dua pihak, yaitu wakil dengan terwakil di mana wakil memegang kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan terwakil.
Pertanyaan yang timbul dari defenisi yang diberikan oleh grazie:
1.Pengertian yang diberikan grazie masih sangat umum, tdak merinci secara jelas apakah pihak-pihak yang dimaksud individu atau kelompok atau bisa saja kebalikannya.
2.Bidang kehidupan yang mewadahi hubungan perwakilan diantara dua pihak yang dimaksudpun masih dipertanyaan, sehingga pola hubungan, reaksi, tangggungjawab dan batas waktu belum tergambar dari defenisi yang disampaikan
Atas dasar kelemahan defenisi yang ditawarkan oleh Alfred de Grazie maka Hanna Penichel Pitkin melakukan studi yang mendalam tentang perwakilan, mengingat bahwa setiap peneliti mempunyai rumusan dan penekanan tersendiri tentang perwakilan, maka pitkin membuat suatu pengertian yang lebih luas ” proses mewakili dimana wakil bertindak dalam rangka bereaksi kepada kepentingan terwakil. walau wakil bertindak secara bebes tapi harus bijaksana dan penuh pertimbangan serta tidak sekedar melayani.....wakil bertindak sedemikian rupa sehingga di antara dia dan terwakil tidak terjadi konflik dan jika terjadi perjelasan harus mampu meredakannya.
Pengertian iniu didasarkan atas dua asumsi
1.Perwakilan politik pada dasarnya mempunyai pengertian yang berbeda, beragam dan semua makna tersebut diuji dan dikembangkan dalam konteks yang beragam, (pada khakekatnya proses perwakilan bila dijalankan walaupun secara fisik seorang terwakil tidak hadir, walapun permasalahan kemudian muncul, siapa yang memberikan pertimbangan bahwa pihak terwakil itu diwakil oleh wakil. Kesimpulannya perwakilan mempunyai pengertian yang beragam
2.asumsi yang kedua bahwa ada keanekarangaman pengertian perwakilan politik, terdapatnya ketidaksepakatan para teoritisi (ahli teori), adanya ketidaksekapakan dan ketidaksamaan dalam memberikan pengetian terhadap perwakilan diakibatkan oleh beberapa hal seperti penelusuran sejarah, pendekatan yang digunakan.
Arbi sanit memberikan defenisi bahwa perwakilan adalah proses hubungan manusia dimana seseorang tidak hadir secara fisik tapi tanggap melakukan sesuatu karena perbuatannnya itu dikerjakan oleh orang mewakilinya.
STUDI SISTEM PERWAKILAN POLITIK
Historis-insttusional
filosofis
Traditional approach non-kwantitatif
Psiko-analisis
Studi awal - mandat
Perwakilan politik behavioral - mosi
Approach tingkah laku
- interaksi antar
perilaku
CIRI-CIRI STUDI SISTEM PERWAKILAN POLITIK
Menurut John Walke:
1.fokusnya terletak pada lembaga perwakilan
2.menggunakan berbagai pendekatan (tradisional and behavioral approach)
3.hubungan kolektif bukan hubungan antara individu
alfred de perwakilan politik terwakili (objek)
grazia adalah hubungan dua pihak wakil (subjek) kepentingan politik
namun, masih tidak lengkap:
1.siapa wakil dan terwakili ? individu atau kelompok?
2.bagaimana pola interaksinya?
3.bagaimana periodesisasinya
defenisi perwakilan politik
proses mewakili dan keterwakilan
terdapat reaksi atau respon
penichel pitkin keharmonisan hubungan dan hindari konflik
ingin mencapai tujuan bersama
SISTEM PERWAKILAN POLITIK
PERTEMUAN KETIGA
Pengenalan Studi Perwakilan Politik,
STUDI SISTEM PERWAKILAN POLITIK
Historis-insttusional
filosofis
Traditional approach non-kwantitatif
Psiko-analisis
Studi awal - mandat
Perwakilan politik behavioral - mosi
Approach tingkah laku
- interaksi antar
perilaku
CIRI-CIRI STUDI SISTEM PERWAKILAN POLITIK
Menurut John Walke:
4.fokusnya terletak pada lembaga perwakilan
5.menggunakan berbagai pendekatan (tradisional and behavioral approach)
6.hubungan kolektif bukan hubungan antara individu
Alfred de Grazia,
Perwakilan diartikan sebagai hubungan diantara dua piha, yaitu wakil dengan terwakil dimana wakil memegang kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatannya dengan terwakil.
Pengertian yang amat umum ini jika diuji dengan kenyataan akan menhadapi sejumlah besar pertannyaan sebab pihak-pihak yang terikat dan hubungan ini perlu penjelasan lebih lanjut. Misalya keduanya terdiri atas individu atau kelompok. Tapi bisa jadi hubungan itu bisa jadi berupa individu dengan kelompok. Bidang kehidupan yang mewadahi hubungan perwakilan itu pun dapat pula dipertanyakan. Masalahnya seperti pola hubungan, reaksi, tanggungjawab serta batas waktu dan sebagainya, menuntut tambahan keterangan terhadap defenisi itu.
alfred de perwakilan politik terwakili (objek)
grazia adalah hubungan dua pihak wakil (subjek) kepentingan politik
namun, masih tidak lengkap:
4.siapa wakil dan terwakili ? individu atau kelompok?
5.bagaimana pola interaksinya?
6.bagaimana periodesisasinya
Defenisi perwakilan politik menurut Hanna Penichel Pitkin,
dengan meletakkan kedua asumsi tersebut penelusuran sejarah, pendekatan serta teori tentang perwakilan politik, pitkin membahas tidak kurang dari tujuh pokok pengertian dan konsep perwakilan.
Akhirnya berbeda dengan grazia pitkin merumuskan defenisi perwakilan yang serba mencakup, pengertian hubungannya tidak lagi melihat proses hubungan diantara wakil dengan terwakil secara umum,melainkan mengemukakannya secara terperinci.
Untuk itu perwakilan politik dimaksudkan sebagai’’ proses mewakili dimana wakil bertindak dalam rangka bereaksi kepada kepentingan terwakil.walau wakil bertindak secara bebas tapi harus bijaksana dan penuh petimbangan serta tidak sekedar melayani.... wakil bertindak sedemikian rupa sehingga diantara dia dengan terwakil tidak terjadi konflik dan jika terjadi penjelasan harus mampu meredakannya.
proses mewakili dan keterwakilan
terdapat reaksi atau respon
penichel pitkin keharmonisan hubungan dan hindari konflik
ingin mencapai tujuan bersama
Studi yang sistematis dan serba mencakup mengenai perwakilan politik tampaknya berkembang dari penelitian-penelitian mengenai badan legislatif yang lebih dikenal dengan parlemen. Studi mengenai parlemen dari tahun ketahun semakin intensif. Penelitian atau orientasi studi tentang badn legislatif mengalami perkembangan dalam tiga tahapan, yaitu:
1.penelitian yang beorientasi pada kelembangaan (institusional)
pendekatan kelembagaan melihat parlemen dari struktur dan fungsinya. pendekatan institusional memberikan pemahaman tentang hubungan formal antara wakil dengan terwakil yang terwujud sebagai pemilih, tapi kurang menjelaskan hubungan didalam kenyataan disamping kurang menerangkan interaksi yang sesungguhnya terjadi di dalam lembaga.
2.proses, pendekatan proses melihat objek studi ini melalui proses pembuatan keputusan sebagai fungsi utamanya
3.tingkah laku (behavioral), maka penelitian berdasarkan tingkah laku memperhatikan sikap dan tingkah laku para anggota parlemen dalam menghasilkan setiap keputusan. Perkembangan pendekatan tingkah laku dalam bentuk studi individual telah mendorong pengembangan teori berkaitan (linkage theory) yang mengabtraksikan hubungan individual diantara wakil dengan terwakil. Dalam rangka itu peneliti menekuti style (corak) perwakilan yang berada dalam tiga kemungkinan, yaitu delegasi/utusan, wali dan politico yang merupakan gabungan antara tipe utusan dan wali.
Terwakil
ada tiga kemungkinan yang dapat dimamfaatkan wakil untuk memusatkan perhatian terwahap terwakil, yaitu:
1.memberkan perhatian kepada kelompok, seorang wakil akan memberikan perhatian pada kelompok terutama kelompok pendudkungnya yang menjadi konstituennya ketika pemilu berjalan (contoh nyata dalam hal ini adalah calon independen dan utusan golongan pada masa orde baru ketika MPR masih ada utusan golongan).
Fokus perwakilan pada kelompok pada dasarnya merupakan pilihan yang tersedia berhubungan dengan sifat masyarakat yang pluralistis. Masyarakat terkelompok atas tradisi, kedaerahan, ras dan bahasa, agama, mata pencaharian. Wakil tinggal memilih satu atau beberapa kelompok sebagai patokan bagi pengambilan keputusan
2.memberikan perhatian partai, memberikan pada partai yang mendukungnya sehingga seseorang menjadi wakil. Fokus perwakilan terhadap partai tentulah memudahkan pengorganisasin tugasnya, sebab melalui fokus ini wakil sekaligus berbuat untuk dua pihak yaitu sebagai organisasi politik yang berjasa menudukungnya menjadi wakil dan masyarakat yang bersimpati, mendukung ataupun menjadi anggota partai yang bersangkutan.
3.memberikan perhatian pada wilayah atau daerah yang diwakili. Seorang wakilharus memberikan perhatian lebih pada daerah atau wilayah tertantu terutama daerah dari mana seorang dipilih, contoh yang paling nyata untuk hal ini adalah DPD dan wakil yang berasal dari daerah pemilihnnya ketika pemilihan umum berlangsung.
Wakil
Wakiladalah merupakan orang yang mempunyai kulifikasi yang tentunya berhak dan cakap dalam menjalankan tugas sebagai amanat dari terwakil yang memberikan kepercayaan kepadanya untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat dalam arti yang luas.
Cara jadi wakil umumnya dilakukan atau diabsahkan melalui pemungutan suara, tapi juga dalam beberapa era dan daerah (negara) masih ada yang tidak harus melalui pemilihan umum tapi melalui pengangkatan dan turun temurun seperti yang terjadi ketika jaman orde baru ada yang diangkat seperti ABRI (militer dan polisi saat ini) dan juga utusan golongan dan daerah) untuk negara inggris yang mengisi house of lord adalah orang-orang yang sifatnya turun temurun, ditunjuk dan diangkat.
Pemilihan umum dianggap sebagai tata cara menjadi anggota badan perwakilan modern karena cari ini memberikan peluang kepada anngota masyarakat untuk menyusun wakil-wakilnya secara mandiri. Perkembangan pemilihan umum ternyata memperlihatkan ada berbagai sistem yang pada pokoknya berpangkal kepada dua bentuk yang utama yaitu:
1.multy member constituency (sistem pemilu proporsional)
2.single member constituency (sistem pemilu distrik)
SISTEM PERWAKILAN POLITIK
PERTEMUAN KELIMA
Teori Hubungan Perwakilan
Adalah duduknya seseorang ddi lembaga perwakilan (parlemen-DPR danDPRD) mengakibatkan timbulnya ’’ hubungan si wakil dengan terwakil’’
Teori yang berhubungan dengan perwakilan
1.teori mandat
2.teori organ
3.teori rieker
4.teori abcarian
teori mandat
A.mandat imperatif (tindakan wakil sesuai dengan instruksi pihak yang mewakilinya, sifatnya kaku)
B.mandat bebas (tindakan wakil tak tergantung instruksi yang mewakili ia tak bisa bebas mewakili individu lain)
C.
teori organ adalah bangsa memiliki organ dan masing-masing organ (pemerintah/parlemen/rakyat) masing-masing memiliki fungsi berbeda, jadi tidak saling terkait
teori rieker dalam hal ini sosiolog hans rieker menolak jika perwakilan politik adalah struktur politik, ia adalah struktur sosial,karena orang memilih wakilnya karena proeionalisme
teori abcarian
A.trustee adalah wakil bebas bertindak tanpa konsultasi dengan yang diwakilinya
B.delegate adalah wakil bertindak seolah sebagai utusan/duta dari yang diwakilinya
C.politico adalah bisa bertindak ’’trustee’’ atau ’’delegate’’ tergantung dari masalah yang dihadapi
D.partisan adalah bertindak atas nama parpol bukan yang diwakilinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar